Thursday, March 8, 2007

KPID Segel 19 Stasiun Radio & TV

SUBANG, (PR).-Sebanyak 18 stasiun radio siaran dan satu stasiun televisi pendidikan di Kabupaten Subang, belum lama ini disegel dan kegiatan operasionalnya dihentikan secara paksa oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPID) Jawa Barat. Penyegelan dilakukan karena stasiun radio dan televisi tersebut melakukan kegiatan penyiaran tanpa dilengkapi perijinan yang dipersyaratkan.

Sweeping terhadap stasiun radio dan televisi gelap oleh KPID Jabar di Kab. Subang itu dipimpin Drs. Dian Wardiana, M.Si. dan Dr. Ati Rahmawati didampingi Kasubag Pemberitaan Humas Pemkab Subang, Jajang Haryasasmita, S.Sos. Disamping melibatkan aparat Dinas Perhubungan Jawa Barat dan Polres Subang.

Menurut Dian Wardiana, ke-18 radio siaran yang dipaksa turun dari udara tersebut 8 di antaranya berlokasi di Kecamatan Jalancagak. Sedangkan di Kecamatan Subang dan Pagaden masing-masing 5 radio siaran. "Untuk penyiaran Televisi Edukasi yang statusnya cabang dari Jakarta, lokasinya berada di Subang Kota," ujarnya.

Jumlah radio gelap atau radio yang melakukan siaran tanpa ijin di Kab. Subang diperkirakan masih cukup besar. Khususnya di wilayah jalur pantai utara (Pantura). "Di pantura marak radio gelap karena banyak wilayah yang masih blank spot di samping kesadaran masyarakat akan hukum masih rendah," tandas Dian Wardiana.

Atas pelanggaran yang dilakukan, kata dia, para pengelola radio/televisi gelap tersebut akan diproses secara hukum oleh penyidik pegawai negeri sipil yang akan mengajukannya ke pengadilan. Karena di samping melanggar UU No 32 tahun 2002 tentang penyiaran, keberadaan radio gelap seringkali mengganggu frekuensi radio resmi yang berijin dan membayar pajak kepada negara.

Saat dilakukan penggerebekan, kebanyakan pengelola mengaku radio siarannya sebagai radio komunitas. Namun saat didesak, rata-rata tidak bisa menunjukkan surat apapun yang juga dipersyaratkan dalam pengelolaan radio komunitas. Bahkan ijin pendirian tower dari para tetangga tempat radio berdiri pun tidak dimiliki hingga penyegelan dan penyitaan peralatan langsung dilakukan oleh Tim Sweeping KPID Jabar.

Milik pejabat

Senada dengan itu disampaikan Kasubag Pemberitaan Humas Pemkab Subang, Jajang Haryasasmita, S.Sos. Bahkan menurutnya, saat hendak disegel dan diturunkan siarannya, ada sejumlah pengelola yang mengaku radio siaran tersebut milik sejumlah pejabat. Namun karena tidak dapat menunjukkan surat-surat yang menjadi syarat pengelolaan radio penyiaran, maka penurunan dan penyegelan tetap dilaksanakan.

Secara terpisah Kapolres Subang, AKBP H. Hery Subiansauri, S.H., M.H., M.Si. menyambut baik adanya upaya penertiban radio-radio gelap yang dilakukan KPID Jabar. "Di samping mengganggu radio-radio resmi, sebuah stasiun penyiaran dengan daya jangkau luas 'kan mampu mempengaruhi masyarakat secara massal dan serempak," ujarnya.

Karenanya bila sebuah radio penyiaran dikelola oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab dan beroperasi tanpa ijin, dapat memberi dampak buruk kepada masyarakat. Dengan penertiban seperti yang dilakukan KPID diharapkan kondusifitas di Kab. Subang dapat tetap terjaga.(A-96)***

sumber Pikiran Rakyat

3 comments:

Radio komunitas pendowo said...

Radio Komunitas :
Simbol Ketangguhan Rakyat Yang di Marginalkan

Perkembangan dunia informasi yang kian cepat, ternyata belum mampu mengakomodasikan seluruh kepentingan masyarakat. Salah satu kebutuhan informasi yang belum terakomodasi adalah kebutuhan informasi untuk kalangan bawah yang mempunyai tingkat pendidikan relatif rendah dan status klass ekonomi lemah. Yang tidak terpungkiri untuk kalangan tersebut di negeri Indonesia tercinta ini masih termarginalkan. Segmentasi pasar informasi inilah yang belum banyak di bidik oleh kalangan lembaga penyiaran maupun perusahaan media informasi lainnya.
Dipandang dari segi bisnis informasi segmentasi ini tidak banyak menjanjikan keuntungan bagi lembaga mass media yang berkecimpung di dalamnya.. Karena segmentasi untuk kelas bawah tidak banyak yang menarik, kecuali mengekploitasi kesengsaraan dan kemiskinan mereka. Sementara, mereka yang berada pada strata tersebut tidak senang jika kondisi mereka hanya di ekploitasi demi kepentingan perorangan maupun kepentingan politik praktis. Keberadaan mereka sering dimunculkan ketika akan menarik bantuan dari founding asing atau sebagai ajang kampanye yang peduli pada kemiskinan.
Golongan bawah inilah sebenarnya merupakan bagian masyarakat kita yang paling tangguh, mereka mempunyai jiwa yang sederhana, tangguh dan pekerja keras. Mereka sadar meskipun lemah tidak selalu ingin menadahkan tangan menerima belas kasihan, mereka hanya ingin butuh akses permodalan dan ketrampilan. Sulitnya mereka menembus akses permodalan dan lembaga ketrampilan karena sulitnya mereka memperoleh informasi.
Karena keinginan yang besar untuk bangkit, golongan ini mulai mengindentifikasi dirinya secara bersama-sama untuk memecahkan persoalan kemiskinan. Kelompok-kelompok diskusi inilah yang kemudian membentuk semacam jaring informasi antar mereka yang pada perjalanan selanjutnya menjadi pusat informasi yang dilembagakan untuk kalangan mereka, yang kemudian disebut lembaga penyiaran komunitas. Meskipun pada proses selanjutnya timbul kelompok-kelompok lain yang mendirikan lembaga penyiaran komunitas itu hanya dampak dari munculnya UU penyiaran Nomer 32 tahun 2002 pasal 13, yang mengakui pendirian lembaga penyiaran komunitas.
Sadar bahwa lembaga penyiaran dan perusahaan media yang ada belum mampu menyediakan layanan informasi yang sesuai bagi mereka golongan yang mempunyai tujuan dan kepentingan yang sama, terutama kelas bawah, mereka mulai mencari, menghimpun dan menyampaikan informasi bagi kalangan mereka sendiri. Sedangkan untuk menyampaikan informasi tersebut mereka membutuhkan media yang efektif dan efisien. Dari beberapa bentuk media informasi yang ada radio nampaknya menjadi pilihan bagi golongan ini. Radio dipandang sebagai media yang familiar bagi masyarakat kelas bawah, murah, tekhnologi tidak terlalu rumit serta mudah dikelola secara bersama-sama. Inilah merupakan substansi dari pendirian Radio Komunitas yang berbasis dari, oleh dan untuk rakyat, berorientasi untuk kemajuan bersama serta non profit oriented.
Untuk menampung keinginan masyarakat tersebut pemerintah sudah menyiapkan perangkat hukumnya dengan diterbitkannya UU Penyiaran Nomer 32 Tahun 2002 Pasal 13 yang melindungi pendirian Radio Komunitas (Rakom) dengan syarat-syarat yang telah ditentukan sesuai dengan UU nomer 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi dan penyelenggara telekomunikasi. Meskipun Hampir 6 tahun peraturan ini diundangkan belum ada campur tangan dari pemerintah yang signifikan. Rakom tak ubahnya seperti pedagang kaki lima yang berswadaya untuk dirinya sendiri namun, selalu di obrak-obrak dengan alasan tidak tertib.
Besarnya animo masyarakat untuk mendirikan Rakom, sementara pemerintah lamban untuk menangani, akibatnya Rakom menjamur di seantero negeri ini. Untuk di Jawa Timur saja sampai bulan Januari 2008, berdiri ratusan Rakom tanpa diketahui mana Rakom yang benar-benar milik komunitas maupun radio milik perorangan yang mengaku sebagai radio komunitas dengan tujuan mengeruk keuntungan dari iklan.
Rakom bila dicermati punya keunikan tersendiri yang merupakan cirri khas, Rakom adalah milik bersama dan dikelola secara swadaya oleh komunitas tertentu, sifat acaranya menjurus pada tujuan dan cita-cita komunitasnya dan daya pancarnya sangat kecil di bawah 50 watt.
Meskipun pemerintah sudah membentuk lembaga yang melayani administrasi perijinan penyiaran, yaitu melalui Dinas Kominfo yang dilaksanakan oleh lembaga independen yang disebut dengan KPI (Komisi Penyiaran Independen), tampaknya belum mampu menangani masalah lembaga penyiaran komunitas terutama radio.
Data yang pernah dilansir oleh Jaringan Radio Komunitas Indonesia (JRKI), di Jawa Timur saja tiap kabupaten/kota berdiri tidak kurang 15 stasiun Rakom. Jika di Jawa Timur ada 38 kabupaten/kota berarti untuk provinsi ini telah berdiri 570 lembaga penyiaran radio komunitas.
Jika sejak awal pembuat kebijakan tanggap dan menguasai permasalahan dilapangan menjamurnya pendirian Rakom tersebut tidak sampai terjadi. Bila diteliti dengan seksama tidak semua Rakom mempunyai anggota komunitas, yang menjadi subyek dan obyek sekaligus sasaran tujuan serta cita-cita Rakom didirikan, ibarat ‘gedung tanpa penghuni’. Selain itu, Rakom juga harus mandiri tanpa bantuan siapapun semua kebutuhan operasionalnya ditopang dari kepedulian anggota komunitasnya, kalaupun ada bantuan sifatnya hanya kecil sekali.
Pada perkembanganya Rakom yang menjamur tersebut dianggap sebagai trouble Maker dalam dunia penyiaran. Banyak yang memandang sinis Rakom, dengan sebutan radio kacangan dengan isi siaran dan kwalitas audio yang kampungan. Memang hal inilah sebenarnya yang menjadi kendala Rakom karena keterbatasan dana dan SDM.
Sementara kebijakan –kebijakan lain banyak yang mematikan Rakom, salah satunya, belum pernah ada dinas manapun yang memberikan bantuan pengetahuan tehnik dan manajemen penyiaran yang baik. Yang paling mengemuka adalah tindakan represif dari aparat terkait denga alasan akibat radio komunitas terjadi keruwetan pengaturan frekuensi dan ujungnya tindakan penyegelan maupun penyitaan oleh Balai Monitor (Balmon) frekuensi. Bahkan dari informasi yang diberikan perkara ini menjadi ranah subur perilaku pungli bagi oknum tertentu yang memanfaatkan Rakom.
Rakom dipandang sebagai pesaing bagi radio swasta, banyak pengelola radio swasta mengeluh dengan banyaknya Rakom, beberapa radio swasta mengalami penurunan drastis jumlah pendengar yang gilirannya akan memperkecil pendapat mereka. Karena Rakom dianggap radio miskin, sekecil apapun kesalahan Rakom akan ada tindakan tegas dari aparat. Lain lagi, jika radio swasta ada pelanggaran sebesar apapun yang ada adalah tindakan persuasif dalam bahasa yang lebih halus adalah ‘teguran keras’.
Dari beberapa kejadian Rakom mulai merasakan adanya sisi ketidakadilan bagi Rakom. Permasalahan lainnya, untuk Rakom yang sudah lama beroperasi dan sudah mengurus ijin di KPID meskipun dalam proses tidak pernah menjadi pembenaran sedikitpun bagi Rakom untuk terus beroperasi, ancaman penyegelan dan penyitaan peralatan selalu mengintai. Padahal jika merujuk pada surat edaran Dirjen Postel No. 176/SE/DIRJEN/KOMINFO/3/2007, penanganan Rakom menitik beratkan pada sikap komunikatif dan pembinaan. Sedangkan, aparat ditingkat bawah berjalan sendiri-sendiri dalam bertindak tidak pernah melibatkan seluruh komponen yang berkompeten dengan masalah perijinan Rakom.
Semestinya Rakom yang timbul dari bawah atas kemurnian dan ketulusan masyarakat bawah untuk bangkit dan maju tidak dihambat atau ditumpas tapi, diatur dan dilindungi dengan undang-undang demi kepentingan pemerataan akses informasi rakyat. Inilah bukti bahwa rakyat Indonesia tangguh, sesuatu yang tidak disediakan oleh pemerintah akan diupayakan sendiri secara swadaya dan bersama-sama.
Jika pengaturan dan pembinaan benar benar dilakukan kebutuhan Rakom untuk alokasi frekuensi tidaklah terlalu rumit, dengan daya pancar yang semestinya untuk frekuensi 107.7 – 107.9 Mhz , paling tidak untuk satu kabupaten bisa ditempati 5 Rakom. Yang paling ironis, alokasi yang semestinya untuk Rakom malah ditempati oleh radio besar dengan jangkuan antar daerah,itupun aparat terkait tidak mampu bertindak apa-apa.
Kini saatnya semua komponen untuk bersama-sama memajukan bangsa, semua yang berkompeten dengan dunia penyiaran komunitas untuk menyelesaikan masalah bersama, baik dari unsur pengelola Lembaga Penyiaran Komunitas, Depkominfo dan seluruh jajaran dibawahnya serta KPI sebagai badan independen yang menangani persoalan penyiaran. Sehingga azas dan tujuan penyiaran uu nomer 32 tahun 2002 pasal 5, yang dilakukan oleh Lembaga pemyiaran komunitas bisa tercapai.



Teguh Budi Widodo
1. Rakom Pendowo Fm. Balongbendo,Krian, Sidoarjo
2. Aktivis Komunitas BangBangWetan Surabaya

abdullah said...

Halo, Assalamu'alaikum.ini Radio Suara nabawiy Pasuruan 107,7 fm. Tolong ditertibkan radio ilegal khususnya yang sama Frekuensinya ( radio religi lain salah satunya dari mojokerto ). Kita sudah dapat RK dari KPID dan ijin dari infokom Pemda. Trim's

admin said...

itu mrpk aset pembinaan bangsa, n hendaknya diarahkan utk mengurus ijinnya.